Sebuah temuan baru, yang merupakan hasil riset, dilansir DiscoveryNews, baru-baru ini. Mengunyah permen karet bisa mendeteksi, apakah Anda terinfeksi malaria atau bukan. Riset ini dilakukan Andrew Fung dan koleganya di University of California, yang menggunakan hibah dari Bill dan Melinda Gates Foundation. Mereka menggarap proyek perkembangan Maliva, yaitu proyek mendeteksi malaria melalui permen karet.
Riset tersebut menemukan, seseorang yang terinfeksi malaria ketika nyamuk Anopheles betina menggigit, akan menunjukkan berbagai gejala. Di antaranya, demam panas, menggigil, muntah, kekurangan energi, bahkan kejang-kejang setelah enam sampai 14 hari terkena gigitan. Untuk mendiagnosa penyakit yang diderita, para ilmuwan mengambil sampel darah dan memeriksa melalui mikroskop, mencari yang lebih gelap dari normal sel darah merah yang terinfeksi oleh parasit malaria.
Untuk beberapa daerah yang masih belum memiliki fasilitas mikroskop atau staf ahli yang berpengalaman, para dokter menggunakan tes antigen. Dengan menggunakan tes ini, setetes darah bisa mendeteksi keberadaan beberapa molekul yang dibuat parasit malaria yang kemudian dilepaskan ke dalam darah manusia. Sedangkan daerah yang tidak bisa membayar tes antigen, atau dimana setetes darah adalah hal yang tabu, dapat menggunakan metode baru untuk mendeteksi malaria. Tes tersebut adalah Maliva, yakni mendeteksi melalui air liur, yang penelitian yang dirilis tahun lalu.
Ide awal untuk menggunakan permen karet sebagai pendeteksi malaria adalah untuk memasukkan nanopartikel magnetik ke dalam permen karet. Ketika seseorang mengunyah permen karet, air liur mengandung molekul yang diproduksi parasit malaria, masuk ke dalam mulut. Nanopartikel magnetik berujung dengan antibodi yang menempel ke molekul. Setelah beberapa menit, permen karet akan dibuang dan ditempatkan pada strip kertas. Nanopartikel yang terikat pada protein malaria, akan menujukkan garis tipis. Apabila tidak ada garis, berarti tidak ada malaria.
Fung dan koleganya berharap akan memiliki prototipe kerja Maliva tahun depan. Mereka berencana untuk memulai uji lapangan dengan permen karet sesudahnya. Menurut David Wong, seorang dokter di UCLA, proyek ini masih tahap awal, tapi merupakan ide yang menarik.
Menggunakan air liur, bukan jarum suntik yang menyakitkan, akan menjadi trend dalam beberapa tahun ke depan, termasuk untuk mendeteksi penyakit lain selain malaria. "Ini hanyalah puncak gunung es," kata Wong. "Tidak ada alasan mengapa metode ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi lain juga."
Riset tersebut menemukan, seseorang yang terinfeksi malaria ketika nyamuk Anopheles betina menggigit, akan menunjukkan berbagai gejala. Di antaranya, demam panas, menggigil, muntah, kekurangan energi, bahkan kejang-kejang setelah enam sampai 14 hari terkena gigitan. Untuk mendiagnosa penyakit yang diderita, para ilmuwan mengambil sampel darah dan memeriksa melalui mikroskop, mencari yang lebih gelap dari normal sel darah merah yang terinfeksi oleh parasit malaria.
Untuk beberapa daerah yang masih belum memiliki fasilitas mikroskop atau staf ahli yang berpengalaman, para dokter menggunakan tes antigen. Dengan menggunakan tes ini, setetes darah bisa mendeteksi keberadaan beberapa molekul yang dibuat parasit malaria yang kemudian dilepaskan ke dalam darah manusia. Sedangkan daerah yang tidak bisa membayar tes antigen, atau dimana setetes darah adalah hal yang tabu, dapat menggunakan metode baru untuk mendeteksi malaria. Tes tersebut adalah Maliva, yakni mendeteksi melalui air liur, yang penelitian yang dirilis tahun lalu.
Ide awal untuk menggunakan permen karet sebagai pendeteksi malaria adalah untuk memasukkan nanopartikel magnetik ke dalam permen karet. Ketika seseorang mengunyah permen karet, air liur mengandung molekul yang diproduksi parasit malaria, masuk ke dalam mulut. Nanopartikel magnetik berujung dengan antibodi yang menempel ke molekul. Setelah beberapa menit, permen karet akan dibuang dan ditempatkan pada strip kertas. Nanopartikel yang terikat pada protein malaria, akan menujukkan garis tipis. Apabila tidak ada garis, berarti tidak ada malaria.
Fung dan koleganya berharap akan memiliki prototipe kerja Maliva tahun depan. Mereka berencana untuk memulai uji lapangan dengan permen karet sesudahnya. Menurut David Wong, seorang dokter di UCLA, proyek ini masih tahap awal, tapi merupakan ide yang menarik.
Menggunakan air liur, bukan jarum suntik yang menyakitkan, akan menjadi trend dalam beberapa tahun ke depan, termasuk untuk mendeteksi penyakit lain selain malaria. "Ini hanyalah puncak gunung es," kata Wong. "Tidak ada alasan mengapa metode ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi lain juga."